banner 728x250
News  

Ini Yang Dapat Dilakukan Untuk Berhenti Merokok

Ilustrasi

JAKARTA – Jumlah perokok di Indonesia meningkat, terutama di kalangan remaja. Apa sebenarnya yang bisa dilakukan jika ingin berhenti merokok?

Secara garis besar, ada tiga layanan upaya berhenti merokok, yaitu melalui layanan berhenti merokok di tingkat primer, seperti puskesmas ataupun klinik-klinik, di tingkat sekunder yaitu di rumah sakit, serta layanan Quit Line melalui telepon. 

Di tingkat primer, pendekatan untuk berhenti merokok yang sudah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan melalui puskesmas di 33 provinsi ialah konseling dan peningkatan motivasi atau motivation support

“Pendekatan konseling ini ada beberapa macam, yaitu melalui pendekatan 5A (ask, advice, assess, assist, arrange), pendekatan ABC (ask, brief advice, cessation support), atau di Indonesia menggunakan pendekatan 4T (tanyakan, telaah, tolong dan nasihati, serta tindak lanjut),” ujar Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), Jumat (31/5).

Namun perlu diingat, jika ingin benar-benar berhenti merokok, modal awal yang harus dimiliki ialah motivasi. “Data dari RSUP Persahabatan menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki motivasi rendah dalam berhenti merokok, tingkat keberhasilannya hanya sekitar 30 persen. Namun, jika motivasinya tinggi, tingkat keberhasilannya sekitar 70 persen,” ucap dr Agus. 

Jika muncul kendala yang cukup berat saat berhenti merokok, seperti gejala putus nikotin (withdrawal) yang cukup berat ditandai dengan stres, mudah marah, hingga depresi, orang tersebut harus dirujuk ke layanan sekunder untuk mengatasi withdrawal. 

“Pada prinsipnya, orang yang mau berhenti merokok kendalanya ada 5 hal, yaitu motivasi, adiksi, atau ketagihan, withdrawal atau putus nikotin, perilaku atau kebiasaan, dan faktor lingkungan. Jadi, layanan tingkat sekunder membantu mengendalikan kelima aspek tersebut,” ungkapnya. 

Kalau layanan berhenti merokok di rumah sakit, awalnya adalah konseling. Dilakukan assessment terlebih dulu. Ini dilihat dari adiksinya atau motivasinya. Setelah itu, menggunakan modalitas tambahan, seperti obat-obatan atau farmakoterapi. 

Namun, kalau cara konseling dan pemberian obat dirasa kurang, biasanya ada terapi pendukung, seperti hipnoterapi, psikoterapi, atau terapi psikiatrik bersama dengan dokter khusus kejiwaan, terapi perilaku, terapi akupuntur, acupressure, serta rehabilitasi medik. Selain itu, bisa juga disertai dengan konsultasi gizi. 

“Misalnya berat badan seseorang setelah withdrawal naik secara berlebihan, maka konsultasi gizi diperlukan untuk mengendalikan berat badan. Namun, tidak semua orang diberikan semua modalitas pendukung itu. Harus dilihat aspek atau masalahnya ada di mana,” ucapkan dr Agus. 

Sama seperti di tingkat primer, program berhenti merokok di rumah sakit juga dijalankan selama tiga bulan dan kontrol setiap dua pekan. “Kalau di rumah sakit, modalitas untuk layanan berhenti merokok memang lebih lengkap karena tidak sekadar konseling, melainkan ada terapi obat dan terapi pendukung lainnya,” ujarnya.